Entri Populer

Senin, 26 Desember 2011

Pendidikan Karakter


PENDIDIKAN KARAKTER


Latar Belakang
- Disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila
- Bergesernya nilai-nilai etika dan memudarnya nilai budaya bangsa
- Melemahnya kemandirian bangsa

Media  pendidikan karakter
Pendidikan karakter tidak dapat hanya dilakukan oleh lembaga pendidikan saja namun harus ada kerjasama seluruh komponen bangsa mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, siswa dan masyarakat luas. hal ini dikarenakan pendidikan karakter merupakan penanaman kebiasaan yang terus menerus. Sehingga tidak bisa hanya macet pada tingkat lembaga pendidikan saja.

Fungsi pendidikan karakter
-     Fungsi pengembangan,
Yaitu pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa;
-     Fungsi perbaikan,
Yaitu memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat
-     Fungsi penyaringan
Yaitu untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat

Sumber nilai karakter :
Rumusan pemerintah, akhlaqul mahmudah, buku-buku yang relevan, masyarakat /adat istiadat
Nilai-nilai karakter rumusan pemerintah :


1)        Religius,
2)        Jujur,
3)        Toleransi,
4)        Disiplin,
5)        Kerja keras,
6)        Kreatif,
7)        Mandiri,
8)        Demokratis,
9)        Rasa Ingin Tahu,
10)     Semangat Kebangsaan,
11)     Cinta Tanah Air,
12)     Menghargai Prestasi,
13)     Bersahabat/Komunikatif,
14)     Cinta Damai,
15)     Gemar Membaca,
16)     Peduli Lingkungan,
17)     Peduli Sosial,
18)     Tanggung Jawab


 (Pusat Kurikulum. Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10)


Rabu, 14 Desember 2011

Pendidikan Islam menurut Al Ghazali

Al Ghazali merupakan tokoh cendekiawan muslim yang memperhatikan dunia pendidikan terutama pendidikan Islam. Perhatiannya tersebut sudah terlihat sejak ia mengembara untuk mendalami berbagai ilmu pengetahuan. Pendidikan menurutnya merupakan suatu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia-akhirat sehingga pendidikan sangat mulia. Al Ghazali sendiri pada akhirnya melahirkan sebuah konsep tentang pendidikan Islam. Konsep tersebut terdiri dari beberapa komponen yaitu tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, bidang studi dan metode pendidikan.
Ada tiga tujuan dalam pendidikan. yang pertama yaitu pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini berkaitan dengan berbagai penelitian-penelitian dalam upaya mengulas secara mendalam tentang ilmu-ilmu pengetahuan. Tujuan yang kedua yaitu pendidikan membentuk akhlak yang baik. Pembentukan akhlak ini merupakan tujuan yang paling utama karena akhlak sangat mendasar bagi hubungan-hubungan yang dijalin manusia. Tujuan pendidikan yang ketiga yaitu mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Tujuan yang terakhir inilah yang menjadi golden goal dalam pendidikan Islam. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan Islam itu tidak hanya ditujukan untuk kehidupan dunia saja namun juga kehidupan di akhirat.
Komponen kedua dalam pendidikan Islam adalah pendidik. Pendidik menurut pandang Al Ghazali merupakan pekerjaan yang mulia dan tidak terorientasi pada gaji. Ia harus bekerja dengan sebuah panggilan jiwa yang berusaha untuk mendidik, mebimbing dan mengajar agar para peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Kemudian komponen ketiga peserta didik. Yaitu orang yang mempunyai potensi dalam dirinya untuk dibimbing, didik dan diajar agar dapat mencapai tujuan pendidikan.
Komponen keempat yaitu bidang studi yang berisi ilmu pengetahuan yang akan ditransfornasikan kepada peserta didik. Di dunia ini ada bermacam-macam ilmu pengetahuan. Untuk itu perlu adanya suatu metode yang digunakan guna tercapainya tujuan pendidikan. Metode inilah yang mejadi komponen kelima dalam pendidikan Islam menurut Al Ghazali. Metode mencakup bagaimana cara seorang pendidik dalam menjalankan tugasnya.
Sehingga terlihat bahwa kelima komponen tersebut saling terkait. Peserta didik merupakan subyek didik yang dididik, dibimbing dan diajar berbagai ilmu pengetahuan oleh pendidik dengan menggunakan metode pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan. Sebagai seorang yang dibimbing seorang peserta didik memiliki tugas dan kewajiban. Selain itu peserta didik juga harus bersikap tawadhuk terhadap guru yang telah mmembimbingnya. Pendidik pun dalam bekerja harus memperhatikan perkembangan peserta didik sehingga ilmu dan metode yang digunakan sesuai dengan kemampuan peserta didik.

Selasa, 15 November 2011

Pendidikan Basis Moral

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Pendidikan pada zaman sekarang ini hanya mengejar prestasi akademis saja namun mengenyampingkan aspek-aspek moralitas. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pelaksanaan UN yang tiap tahunnya standar kelulusan selalu dinaikkan. Hal ini tentu saja memicu guru-guru dan murid-murid agar bisa lulus dengan hasil yang baik.
            Prestasi kelulusan yang tinggi jika dilihat dari akademis memang baik tapi realitasnya saat ini adalah banyaknya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh guru maupun murid. Hal ini dilakukan agar seluruh siswa yang berada di sekolah bisa lulus. Tentu saja perbuatan seperti ini adalah perbuatan yang tidak bermoral. Apalagi dilakukan oleh guru yang notabene sebagai contoh bagi peserta didik.
            Itu baru di tingkat sekolah belum lagi di tingkatan yang lebih luas seperti di masyarakat dan negara. Suap, korupsi, kriminal kerap terjadi di sana-sini. Dan pelakunya tidak sedikit dari mereka adalah orang-orang terdidik yang mengenyam bangku sekolah.
            Untuk itulah pendidikan yang berbasis moral perlu diterapkan dan dikembangkan di sekolah-sekolah. Pendidikan yang mempuyai kualitas intelektual yang tinggi seyogyanya diimbangi dengan moral yang kuat.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian moralitas?
2. Apa saja unsur-unsur moralitas?
3. Apa hakekat pendidikan yang berbasis moral?
4. Bagaimana mengembangkan pendidikan yang berbasis moralitas?




BAB II
PEMECAHAN MASALAH

A. Pengertian Moralitas
            Huky (Daroeso, 1986:22) mengatakan bahwa kita dapat memahami moral dengan tiga cara yaitu :
1.   Moral sebagai tingkah laku hidup manusia yang mendasarkan diri pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya.
2.   Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.
3.   Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu.

Sedangkan P.J. Bouman mengatakan bahwa “moral adalah suatu perbuatan atau tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi antara individu-individu di dalam masyarakat”. Sehingga dari beberapa uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa moralitas  adalah perbuatan individu yang dilakukan secara  sadar yang terjadi dalam masyarakat dimana perbuatan tersebut tidak menyimpang dari nilai-nilai atau aturan-aturan di masyarakat. 

B. Unsur-Unsur Moralitas
            Sebelum mengetahui hakekat dari pendidikan berbasis moral maka perlu diketahui beberapa unsur dalam moralitas itu sendiri. Menurut Emile Durkheim, unsur-unsur moralitas dibagi menjadi tiga yaitu semangat disiplin, ikatan pada kelompok sosial, dan otonomi atau penentuan nasib sendiri.
  1. Semangat Disiplin
Semangat disiplin merupakan pondasi dasar suatu moralitas. Sikap disiplin merupakan salah satu cara agar manusia tidak berbuat seenaknya. Dengan sikap disiplin maka seseorang akan dapat membatasi dan mengendalikan dirinya. Selain itu, disiplin juga membuat manusia agar selalu menaati peraturan-peratran yang mana peraturan-peraturan itu dibuat untuk kebaikan  manusia.
  1. Ikatan pada Kelompok Sosial
Manusia tentunya tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya manusia yang lain. Keterikatan manusia dengan manusia yang lain ini menciptakan suatu interaksi sosial dengan kelompok masyarakat dimana ia berada. Semangat disiplin dan ikatan pada kelompok sosial ini memiliki hubungan dimana yang satu memenuhi atau melengkapi yang lain. Ikatan sosial memerlukan sikap disiplin (pengendalian diri) dari para anggotanya begitu pula sikap disiplin memerlukan interaksi sosial dalam perwujudannya.
Kemampuan pengendalian diri yang kuat menyebabkan mereka tidak akan pernah melewati batas hak-haknya dan tidak melanggar hak-hak orang lain.[1]
  1. Otonomi  atau Penentuan Nasib Sendiri
Unsur ketiga ini memberikan kebebasan suatu individu untuk menentukan berbagai pilihan dalam hidupnya. Kita tahu bahwa memaksakan kehendak kepada orang lain adalah suatu perbuatan yang kurang terpuji atau amoral. Sehingga otonomi ini diperlukan dalam suatu masyarakat. 
Namun otonomi harus diimbangi dengan unsur pertama moralitas yaitu sikap disiplin agar dapat menumbuhkan kesadaran moral dalam masyarakat, seperti yang dikemukakan Emile Durkheim bahwa kesadaran moral menuntut adanya otonomi yang efektif.  Dengan otonomi yang efektif maka manusia dapat menentukan dan mengendalikan dirinya serta dapat menyadari akibat-akibat yang timbul dari keputusannya itu.
Dari ketiga unsur di atas semuanya mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain. Dalam interaksi sosial diperlukan sikap disiplin tetapi juga mempertimbangkan aspek otonomi. Sehingga suatu tatanan masyarakat yang bermoral akan tercipta dengan sendirinya.

C. Hakekat Pendidikan Berbasis Moral
            Pendidikan yaitu suatu proses membentuk atau mendewasakan manusia yang mandiri. Sedangkan moral adalah perbuatan manusia yang dilakukan dalam masyarakat yang sesuai dengan aturan atau nilai. Sehingga pendidikan yang berbasis moral adalah pendidikan yang selain mengedepankan intelektualitas juga menerapkan sistem moral dalam diri peserta didik.
Pendidikan yang berbasis moral sangat diperlukan di Indonesia saat ini karena saat ini terjadi kemerosotan moral baik di kalangan peserta didik, guru, bahkan pejabat-pejabat. Pendidikan yang berbasis moral dapat diterapkan di rumah, sekolah maupun di masyarakat. Namun pada bahasan ini penulis akan membahas penerapan pendidikan moralitas di sekolah. Melalui pendidikan berbasis moral yang diterapkan di sekolah maka diharapkan para lulusannya nanti dapat menjadi pribadi yang utuh yang dapat berperan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

D. Mengembangkan Pendidikan Berbasis Moral di Sekolah
Dengan mengembangkan unsur-unsur moralitas seperti di atas, pendidikan moralitas dapat diterapkan di sekolah. Mulai dari disiplin, interaksi sosial, dan otonomi.
Penerapan moralitas di sekolah seyogyanya diterapkan kepada seluruh warga sekolah baik peserta didik, guru, karyawan, dan kepala sekolah. Dengan demikian akan tercipta suatu tatanan sosial yang baik di dalam sekolah itu sendiri. Dan akhirnya akan berimbas di lingkungan masyarakat peserta didik.
Adapun cara-cara mengembangkan pendidikan moral antara lain sebagai berikut:
  1. Membuat dan menaati tata tertib di sekolah
Tata tertib adalah kumpulan aturan-aturan yang dibuat secara tertulis dan mengikat anggota masyarakat (Mulyono, 2000:14). Dari pengertian tersebut maka tata tertib itu dibuat untuk mengatur perilaku-perilaku yang ada terutama di sekolah. Peraturan itu dibuat tentunya bertujuan untuk kebaikan bersama sehingga harus ditaati.
Sekolah yang ingin menerapkan pendidikan berbasis moral hendaknya menjadikan sekolah sebagai wahana untuk meningkatkan kedisiplinan. Dengan dibuatnya tata tertib tersebut maka seluruh warga sekolah harus bersedia untuk menaatinya (disiplin). Dengan pembelajaran seperti ini diharapkan seluruh warga terutama peserta didik akan tertanam jiwa disiplin dalam dirinya. Menanamkan jiwa disiplin bagi peserta didik merupakan hal yang paling utama dalam pendidikan moral.
Suatu kelas tanpa disiplin adalah bagaikan suatu gerombolan orang.[2] Suatu kelas atau sekolah jika tidak diterapkan kedisiplinan sejak dini maka hanya akan membentuk segerombolan orang yang liar.  Sehingga kedisiplinan dalam menaati tata tertib sangat penting diterapkan di sekolah.
Penerapan kedisplinan dalam mentaati tata tertib hendaknya dilakukan sejak anak menginjak sekolah dasar. Pada waktu itu anak mulai meninggalkan keluarga dan mulai memasuki lingkungan yang lebih luas. Ditahap inilah masa-masa pembentukan moral.[3]
  1. Membentuk guru yang profesional dari segi intelektual dan moral
Guru merupakan panutan peserta didik entah itu di sekolah, rumah, maupun di lingkungan masyarakat. Sebelum menerapkan moral kepada peserta didik, guru harus dibangun moralnya terlebih dahulu. Guru yang baik tentu tidak hanya dari intelektualnya saja namun juga dari moralnya. Sebagai panutan seorang guru tidak bias berbuat seenaknya. Ia harus bisa mencontohkan perbuatan-perbuatan yang bermoral di masyarakat.
Apabila seorang guru berbuat seenaknya dan melakukan tindakan-tindakan amoral maka akan sulit nantinya menuntut peserta didik untuk berbuat baik. Seperti pada kasus UN dimana banyak guru yang berbuat kecurangan. Perbuatan semacam ini secara tidak langsung akan meracuni anak-anak dan mensugesti untuk berbuat curang dalam kehidupan berikutnya.
  1. Mengembangkan kurikulum yang mengandung unsur moral
Kurikulum sekarang cenderung hanya mementingkan nilai akademis. Dalam menerapkan pendidikan yang utuh para guru baik itu guru sosial maupun sains sebaiknya menyisipkan aspek-aspek moral dalam silabusnya. Atau sering disebut dengan integrasi-interkoneksi yaitu dengan memasukkan beberapa ilmu ke dalam pelajaran yang dimaksudkan, ternasuk pendidikan moral.
Selain itu, kegiatan-kegiatan seperti mengidentifikasi isu-isu moral yang berkembang di masyarakat kemudian dijadikan bahan kajian dalam kelas akan memberikan pelajaran tersendiri bagi peserta didik.
  1. Otoritas guru dan otonomi peserta didik.
Peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Kadang ada yang nakal atau hiperaktif. Untuk itu guru sebagai fasilitator dalam kelas juga memiliki otoritas dalam menjaga situasi yang kondusif dalam kelas. Jika guru tidak mampu menanamkan otoritas yang diperlukan, maka hiperaktivitas ini merosot menjadi suatu gejolak yang tidak sehat.[4] Semisal berani terhadap guru, kelas menjadi gaduh tak terkendali dan yang paling parahnya jika di luar kelas ia bisa berbuat onar sesuka hatiya.
Namun selain otoritas, guru juga harus memperhatikan otonomi kelasnya. Pemaksaan yang berlebihan hanya akan membentuk pribadi yang seperti bom waktu yang akan meledak jika sudah tiba waktunya. Untuk itu peserta didik juga diberi kesempatan untuk menentukan pilihannya. Dalam hal ini mereka diberi kebebasan untuk berkomunikasi. Hal ini diharapkan peserta didik merasa bahwa dirinya diperhatikan dan dihormati baik dari kawannya maupun dari gurunya.

  1. Penerapan hukuman di sekolah
Sebagai usaha akhir dalam membentuk moral yang baik adalah dengan dilaksanakannya hukuman yang sesuai bagi peserta didik. Penerapan hukuman bukan berarti suatu tindakan yang melukai jasmani atau perasaan peserta didik. Hukuman yang dilaksanakan hanya  mengokohkan peraturan-peraturan atau tata tertib yang berlaku, mendidik, dan menuntut sikap disiplin yang lebih dari peserta didik.
Penerapan hukuman juga tidak hanya untuk para peserta didik tapi juga para guru dan karyawan. Jika hanya peserta didik yang dihukum maka akan terjadi ketimpangan keadilan dalam sekolah. Akan muncul perasaan dendam atau tidak suka dalam diri peserta didik karena mereka menganggap aturan yang berlaku kurang adil.



















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
  1. Intelektualitas tanpa moralitas hanya akan menghancurkan dunia ini. Sehingga pendidikan berbasis moral mempunyai peran penting di dunia pendidikan Indonesia yang sedang mengalami krisis moral.
  2. Pendidikan yang berbasis moral perlu diterapkan di sekolah-sekolah guna mencetak lulusan yang mempunyai wawasan intelektual yang tinggi dan moralitas yang tinggi.
  3. Penerapan pendidikan yang berbasis moral dapat diterapkan di sekolah-sekolah dengan mengembangkan unsur-unsur moralitas.
  4. Pengembangan pendidikan moral di sekolah dapat dilakukan dengan :
a.       Membuat tata tertib dan menaati tata tertib tersebut
b.      Membentuk guru yang intelek dan bermoral
c.       Mengembangkan kurikulum yang memuat unsur moral di dalamnya
d.      Menerapkan otoritas guru dan otonomi peserta didik sesuai dengan kadarnya
e.       Menerapkan hukuman yang bersifat mendidik bukan melukai











REFERENSI


Durkheim, Emile.1990.Pendidikan Moral : Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan diterjemahkan oleh Drs. Lukas Ginting.Jakarta : Penerbit Erlangga
http://keyanaku.blogspot.com/2008/09/merancang-pendidikan-moral-budi-pekerti.html
http://74.125.153.132/search?q=cache:tcOo4mkTM88J:digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/import/2637.pdf+penerapan+moral+di+sekolah&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a


[1] )Emile Durkheim, Pendidikan Moral : Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, diterjemahkan oleh Drs. Lukas Ginting, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1990), hlm. 72
[2] Emile Durkheim, Pendidikan Moral : Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, diterjemahkan oleh Drs. Lukas Ginting, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1990), hlm. 108

[3] Ibid., hl 13
[4] )Emile Durkheim, Pendidikan Moral : Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, diterjemahkan oleh Drs. Lukas Ginting, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1990), hlm. 109


Interaksi Sosial

A. Pengertian Interaksi Sosial
Gillin mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai; pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial.
Dalam kamus Bahasa Indonesia interaksi didefinisikan sebagai hal saling melakukan akasi , berhubungan atau saling mempengaruhi. Dengan demikian  interaksi adalah hubungan timbal balik (social) berupa aksi saling mempengaruhi antara individu dengan individu, antara individu dan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok.
            Interaksi sosial dapat berlangsung jika memenuhi dua syarat yaitu :
a. Kontak sosial
Adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya interaksi sosial, dan masing - masing pihak saling bereaksi antara satu dengan yang lain meski tidak harus bersentuhan secara fisik.
b. Komunikasi
Artinya berhubungan atau bergaul dengan orang lain. Dapat juga dikatakan penyampaian dan reaksi dari informasi tersebut.

B. Bentuk Interaksi Sosial
Ada beberapa macam bentuk-bentuk interaksi sosial. Secara garis besar bentuk interaksi sosial dibagi menjadi dua yaitu :
1. Asosiatif
            Bentuk interaksi asosiatif mempunyai sifat positif, artinya individu maupun kelompok yang melakukan interaksi asosiatif akan mengarah pada bersatunya kedua kubu dalam mencapai tujuan yang sama. Bentuk interaksi asosiatif dapat dibedakan menjadi tiga antara lain :
a.   Kerja sama, dimaksudkan sebagai suatu kerja sama antara orang perorangan atau kelompok manusia, untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Charles Horton Cooley mengatakan : “kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuandan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut  Kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan organisasi merupakan fakta yang penting dalam manfaat kerja sama.”1(soekanto, 2002 : 72-73)
b.   Akomodasi, menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha untuk mencapai suatu kestabilan.
c. Asimilasi, suatu proses dimana setiap individu yang berinteraksi mengidentifikasi dirinya dengan tujuan dan kepentingan  kelompok. Sehingga nantinya akan timbul integritas dalam kelompok itu.
2. Disosiatif
             Pada bentuk interaksi sosial disosiatif mempunyai sifat negatif, dalam arti individu atau kelompok yang berinteraksi terjadi pemisahan. Adapun bentuk-bentuk dari interaksi disosiatif adalah sebagai berikut :
a.   Persaingan adalah suatu proses sosial di mana orang perseorangan atau kelompok bersaing untuk memperebutkan tujuan masing-masing dengan cara yang kompetitif. Dalam persaingan ini tidak terjadi benturan fisik ataupun ancaman antara kedua kubu.
b.   Kontravensi adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang - terangan yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur - unsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik.
c.   Pertikaian adalah suatu proses sosial menentang pihak lawan dalam mencapai tujuan. Dalam pertikaian sering terjadi ancaman dan kekerasan fisik.

C. Aturan Interaksi Sosial
            Proses interaksi dipengaruhi oleh beberapa aturan yaitu aturan ruang dan aturan waktu. Robert T Hall membagi aturan ruang menjadi empat batasan jarak  yaitu :
  1. Jarak intim, yaitu antara 0-45 cm. Dengan jarak sedekat ini maka dimungkinkan kalau pancaindera kita terlibat secara langsung seperti penglihatan, pembauan, sentuhan kulit, pendengaran dan pengecap kita.
  2. Jarak pribadi, yaitu antara 45 cm – 1,22 m. Pada jarak ini penggunaan panca indera mulai berkurang.
  3. Jarak sosial, yaitu antara 1,22m – 3,66m.
  4. Jarak publik, yaitu lebih dari 3,66m.
Selain aturan ruang ada juga aturan waktu dimana pada setiap waktu interaksi yang terjadi berbeda-beda. Sebagai contoh interaksi pada waktu pagi hari berbeda dengan interaksi yang terjadi pada waktu malam hari.

D. Interaksi Sosial dan Informasi
            Informasi adalah sesuatu yang disampaikan oleh informan kepada penerima. Dengan begitu interaksi sosial mempunyai hubungan dengan informasi. Dalam interaksi terjadi penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain.
            Seperti yang disebutkan bahwa salah satu syarat terjadinya interaksi sosial adalah komunikasi. Ketika terjadi komunikasi maka akan terjadi proses penyampaian informasi dan reaksi dari penerima. Dalam menyampaikan informasi sendiri ada yang menggunakan media ada pula yang tidak.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Dari beberapa ulasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
  1. Setiap orang membutuhkan berinteraksi dengan orang lain
  2. Interaksi yang terjadi dapat bersifat positif (asosiatif) dapat pula negatif (disosiatif)
  3. Dalam proses interaksi terjadi proses penyampaian informasi dari informan kepada penerima.

Idola

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Masa remaja merupakan masa yang mudah sekali terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya baik yang positif dan negatif. Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh tersebut adalah idola.
Seperti yang diketahui sekarang ini banyak sekali orang-orang terutama remaja yang memuja-muja seorang public figure, baik dari kalangan artis, pahlawan, tokoh masyarakat dan lain-lain. Namun sebagian besar remaja lebih mengidolakan artis dan publik figur  seperti Agnes Monica, Ahmad Dhani, Bondan Prakoso, dan yang lagi gencar-gencarnya saat ini adalah Irfan Bachdim. Seorang pemain naturalisasi timnas Indonesia. Hanya sedikit remaja yang mengidolakan tokoh-tokoh seperti Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar As Shidiq dan tokoh-tokoh agama lain.
Dari berbagai tokoh idolanya tersebut remaja mempunyai kecenderungan untuk memuja dan meniru idola tersebut. Untuk itu perlu mendalami apa sebenarnya idola itu, mengapa mereka mengidolakan mereka dan apa pengaruh idola terhadap kepribadian remaja.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian idola itu?
2. Mengapa remaja memilih idola tersebut ?
3. Apa pengaruh idola terhadap kepribadian remaja?







BAB II
ISI

A. Pengertian Idola
            Dalam bahasa Inggris terdapat istilah idolatry dan idolize yang masih berkaitan dengan idol (idola). Kedua istilah ini berarti pemberhalaan, penyembahan, atau pemujaan. Bisa disimpulkan bahwa sosok idola memang dekat hubungannya dengan pemujaan.
Tokoh idola merupakan orang-orang yang dipersepsi oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat.[1] Idola harus mampu mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Maxwell (2001) menyimpulkan kepemimpinan adalah sebagai suatu pengaruh. Dalam hali ini idola merupakan suatu kepemimpinan, dimana seorang pemimpin harus mempunyai pengaruh bagi orang lain.
Seorang guru yang memiliki wewenang atau kedudukan untuk mempengaruhi siswa di sekolah belum tentu menjadi seorang idola bagi siswanya. Orang tua yang memberikan kepedulian  terhadap anaknya yang remaja setiap hari dengan cara memberi makan, menyekolahkan, membelikan baju bahkan sampai menghantarkan anaknya menjadi seorang juara, juga belum tentu menjadi seorang  idola bagi anaknya Maka dapat disimpulkan bahwa sebenarnya seseorang yang berhasil mempengaruhi orang lain dan mengikuti visinya oleh karena jiwa kepemimpinannya telah menjadi seorang idola bagi orang lain.

B. Alasan Remaja Mengidolakan Idolanya
Dalam mengidolakan seorang idola tentu mempunyai alasan mengapa ia sangat mengagumi figur tersebut. Adapun alasan yang muncul adalah sebagai berikut :
  1. Kebagusan fisik
Dari segi fisik banyak remaja yang mengidolakan figur karena ketampanannya, kecantikannya, bentuk tubuh. Biasanya idola semacam ini berasal dari kalangan artis.

  1. Gaya hidup
Gaya hidup itu seperti cara berpakaian, tatanan rambut dan kebiasaan-kebiasaan lain.
  1. Skill dan intelegensi
Para idola yang memiliki skill tertentu dapat memukau para remaja sehingga remaja-remaja tersebut mengaguminya. Begitu pula intelegensi atau kepandaian seperti Habibie yang dijadikan idola oleh beberapa kalangan remaja.
  1. Perilaku
Remaja mengidolakan figur karena perilakunya dalam bermasyarakat. Mereka menganggap bahwa figur tersebut sangat cocok sebagai teladan baginya, walaupun dari segi fisik kurang (kurang tampan atau cantik) dan gaya hidupnya yang sederhana.

C. Pengaruh Idola Remaja
Masa remaja merupakan saat berkembangnya jati diri (identity) atau kepribadian. Kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “personality”. McDougal dan kawan-kawan berpendapat bahwa kepribadian adalah tingkatan sifat-sifat dimana biasanya sifat yang tinggi tingkatannya mempunyai pengaruh yang menentukan.[2] Sedangkan Gardon W Allport menyebutkan bahwa pribadi sebagai organisme yang dinamis dalam sistem pisik-psikis yang menentukan keunikan seseorang menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.[3]
Dari dua pengertian di atas dapat dilihat bahwa kepribadian mempunyai tiga titik penting yaitu pengaruh, unik dan dinamis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepribadian dapat mempengaruhi-dipengaruhi, unik dan dinamis. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi jati diri atau kepribadian seseorang adalah dari faktor hereditas dan lingkungan termasuk idola.
Para remaja yang sedang mencari jati diri atau kepribadian mulai mencari sosok yang dianggap tepat sehingga ia mulai mengidolakan seorang figur yang mempunyai pengaruh dan keunikan tersendiri.
Pengaruh tersebut dapat bersifat positif dan negatif. Sifat ini tergantung bagaimana remaja menempatkan dirinya dan idolanya pada porsi yang sesuai.
Beberapa pengaruh yang bersifat positif antara lain sebagai berikut :
1.      Sebagai Motivator
Tokoh idola bisa menjadi motivator bagi remaja, terutama untuk mencapai suatu prestasi tertentu. Dengan begitu akan tumbuh pada pribadi remaja untuk berusaha mencapai prestasi yang sesuai dengan minat dan bakatnya, karena melihat idolanya mampu untuk melakukan hal tersebut.
2.      Sebagai sumber inspirasi
Idola dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi oleh para remaja untuk memberdayakan potensi yang ada pada diri mereka.
3.      Kepemimpinan
Idola dapat dijadikan sebagai panutan untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan dalam diri remaja, sehingga akan tumbuh visi dalam dirinya. Dalam hal ini menjadi seorang pemimpin yang ideal bagi orang lain.
Sedangkan pengaruh yang bersifat negatif  antara lain :
1.      Meniru gaya idola yang salah
Remaja sering memaksakan diri untuk menjadi seperti idolanya, menguras materi bahkan bisa sampai frustasi jika tidak kesampaian. Pengidentifikasian diri dengan idola dapat berupa mengubah tatanan rambut, cara berpakaian dan gaya hidup yang glamour. Bahkan yang paling parah adalah jika meniru idola yang mengkonsumsi NAPZA dan minum minuman keras.
2.      Memuja-muja secara berlebihan
Seringkali karena kecintaannya pada idola, para remaja sampai memuja-mujanya bagai dewa yang turun dari langit. Tentu saja hal ini sangat tidak dibenarkan apalagi jika dari segi agama Islam.
Seperti yang disebutkan bahwa idola mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk kepribadian remaja. Sehingga remaja perlu dibimbing dan diarahkan agar tidak melenceng dari norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat.
Adapun bimbingan yang sesuai adalah menjadi idola yang baik bagi remaja. Seorang idola menempati posisi yang strategis dalam mempengaruhi para remaja untuk melakukan identifikasi terhadap idolanya. Agar mempunyai pengaruh yang positif bagi remaja maka memerlukan suatu usaha pendampingan yang inspirasional dan memiliki kekuatan emosional ketika berelasi dengan remaja. Hubungan yang inspirasional dan memiliki kekuatan emosional melibatkan tingkat kepemimpinan yang memberi kekuatan kepada remaja, yaitu menolong mengembangkan potensi remaja itu sendiri. Ketika seseorang telah berhasil menjadi seorang idola bagi remaja, maka itu merupakan kesempatan terbaik untuk menancapkan pengaruh karakter yang benar.



















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa idola merupakan sosok yang dipersepsi mempunyai posisi dalam suatu masyarakat yang mempunyai pengaruh terhadap orang lain. Seseorang disebut idola jika mampu mempengaruhi orang lain.
Beberapa remaja mengidolakan seorang figur karena berbagai faktor antara lain dari segi fisik (ganteng, cantik), dari segi gaya hidup (glamour, cara berpakaian dan lain-lain), dari segi skill dan intelegensi, dan dari perilaku idola tersebut.
Pengaruh idola bagi remaja dapat bersifat positif dan juga negatif. Pengaruh positif antara lain sebagai motivator mencapai suatu prestasi, sumber inspirasi dalam menggali potensi dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan. Sedangkan pengaruh negatif seperti meniru gaya-gaya yang tidak sesuai, pemujaan yang berlebihan.
Oleh karena pengaruh yang besar tersebut remaja perlu dibimbing agar dapat menjadi jatidiri yang baik. Dengan memanfaatkan pengaruh idola maka bimbingan terbaik adalah menjadi idola yang baik baik remaja.
















DAFTAR PUSTAKA

1. Buku
Yusuf LN, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional

2. Internet


[1] Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Cetakan IV,  PT Remaja Rosdakarya Bndung, , 2004, hlm. 202
[2] Ibid., hlm. 126
[3] Andi Mappiare, Psikologi Remaja, Usaha Nasional Surabaya, 1982, hlm. 67

Kamis, 10 November 2011

Modul PAI


MODUL PEMBELAJARAN MANDIRI
SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

MADRASAH TSANAWIYAH KELAS VII SEMESTER 2











Disusun Oleh :
Wahid Irfan Maghfuri






























KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya. Dengan izin dan ridho-Nya lah saya dapat menyelesaikan modul pembelajaran mandiri ini.
Modul ini berisikan materi-materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Dengan adanya modul ini diharapkan peserta didik dapat belajar secara mandiri. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan modul ini jauh dari sempurna maka saran kritik yangmembangun sangat diharapkan.
Demikian semoga dengan kita belajar sejarah dan kebudayan Islam dapat menambah khazanah keilmuan kita dan menjadikan kita pribadi yang santun dan bijak.


                                                                                                                                                Penyusun





































Standar Kompetensi
Memahami sejarah perkembangan Islam pada masa Khulafaurrasyidin

Kompetensi Dasar
Menceritakan berbagai prestasi yang telah dicapai oleh Khulafurrasyidin

Petunjuk Siswa
Setelah melakukan pembelajaran ini Anda diharapkan mampu :
Menjelaskan prestasi-prestasi yang dicapai oleh Abu Bakar As Shidiq, Umar bin Khotob, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Tholib

Pendahuluan
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW maka timbul beberapa pendpat siapakah yang akan menggantikan beliau dalam memimpin umat saat itu. Maka timbullah berbagai pendapat di kalangan umat Islam. Ada yang berpendapat bahwa kaum muhajirin yang berhak menggantikan posisi beliau. Ada pula kaum Anshorlah yang berhak menggantikannya. Akhirnya disetujui bahwa yang menggantikan posisi Nabi SAW sebagai pemimpin umat adalah Abu Bakar As Sidiq sehingga akhirnya semua kalangan setuju. Pada masa Abu Bakar inilah dimulainya masa kepemimpinan umat sampai pada masa Ali bin Abu Tolib. Masa inilah yang dinamakan masa Khulafaurrasyidin.

Materi
Khulafaurrasyidin berarti para pengganti yang mendapat petunjuk. Khulafaurrasyidin sendiri terdiri dari empat sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Abu Bakar As Sidiq, Umar bin Khotob, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Tolib.
Adapun berbagai prestasi yang telah dicapai oleh masing-masing Khulafaurrasyidin adalah sebagai berikut :
1.      Masa Khalifah Abu Bakar As Sidiq
a.       Memerangi Kaum Murtad
Dalam hal ini terlihatlah seorang pemimpin yang tegas dan bijak. Hal ini dikarenakan ketika memerangi kaum murtad tersebut Abu Bakar melakukan pendekatan persuatif atau damai. Sehingga bagi yang mau kembali ke Islam tidak akan diperangi sebaliknya bagi yang tidak mau kembali maka akan diperangi.
Bagi sebagian suku yang menolak damai mengangkat sendiri nabi mereka. Ada beberapa nabi palsu yang mengangkat diri sebagai nabi antara lain Aswad al Ansi, Tuhailah bin Khuwailid Al Asadi, Malik bin Nuwairah dan Musailamah al Kazab .
Perang melawan orang-orang murtas inilah yang dinamakan perang riddah. Dan perang tersebut dimenanngkan semua oleh kaum muslimin dengan gemilang.
b.      Kodifikasi Al Qur’an
Alasan diadakannya kodifikasi ini adalah karena banyaknya para penghafal Al Qur’an yang gugur di perang  Yamamah. Atas usul Umar ini maka Khalifah Abu Bakar menyetujui proyek tersebut. Kemudian ditunjuklah Zaid bin Tsabit sebagai pemimpin proyek tersebut. Beliau adalah sekretaris Nabi SAW ketika masih hidup. Mushaf yang sudah jadi disimpan di rumah Hafsah binti Umar, salah seorang istri Rosulullah SAW
c.       Perluasan Wilayah
Setelah situasi politik yang makin stabil maka Khalifah Abu Bakar mulai menyebarkan Islam ke berbagai wilayah. Adapun wilayah-wilayah yang menjadi penyebaran Islam adalah wilayah kekuasan Persia dan Bizantium. Pendekatan yang digunakan pun dengan pendekatan damai.
2.      Masa Khalilfah Umar bin Khotob
a.       Perluasan Wilayah
Para ahli sejarah mencatat bahwa pada masa inilah terjadi perluasan Oslam secara besar-besaran sehingga dikenal dengan istiilah periode Futuhat al Islamiyyah. Adapun beberapa daerah yang berhasil dikuasai adalah Suriah, persia, dan mesir.
b.      Menata administrasi dan keuangan pemerintahan
Langkah-langkah yang diambil Umar kala itu adalah membentuk Baitul Mal dan dewan Perang, menunjuk orang-orang yang jujur sebagai petugas Baitl Mal.
Baitul Mal berfungsi untuk mengurusi keuangan negara seperti penggajian pegawai dan tentara dan santunan kepada rakyat sesuai dengan lamanya mereka memeluk Islam.
c.       Penetapan Kalender Islam
Pada masa inilah lahir kalender Islam yang pertama. Kalender tersebut dnamakan Kalender Hijriah. Hal ini didasarkan pada mulainya Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah.
3.      Masa Khalifah Usman bin Affan
a.       Kodifikasi Mushaf Al Qur’an
Pada masa itu timbul berbagai perbedaan pembelajaran Al Qur’an di berbagai wilayah. Hal ni dikarenakan perbedaan dialek diantara suku-suku tersebut. Akhirnya dilakukan kodifikasi mushaf yang disesuaikan dengan dialek Quraisy karena memang Al Qur’an diturunkan dalam dialek Quraisy. Akhirnya dibentuklah panitia penyusunan yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit. Selanjutnya kumpulan tersebut disebut al Mushaf yang diperbanyak dan disebarkan ke empat daerah yaitu Mekkah, Suriah,  basrah dan kuffah. Sedangkan Mushaf yang ditinggal di Madinah disebut Mushaf Usmani atau Mushaf al Imam.
b.      Renovasi Masjid Nabawi
Maasjid Nabawi diperluas dan diperindah bentuk dan coraknya
c.       Pembentukan angkatan Laut
Karena semakin luasnya wilayah Islam maka Mu’awiyah bin abu Sufyan mengusulkan pembentukan angkatan laut. Usul tersebut diterima Usman dan dibentuklah angkatan tersebut. Dengan angkatan laut maka jangkauan penjagaan dan penyebaran Islam semakin luas.
d.      Perluasan Wilayah
Beberapa wilayah yang ditaklukkan adalah Azerbaijan serta Armenia. Armenia dengan sukacita menyambut kedatang Islam karena lebih suka Islam daripada Kekaisaran romawi.
4.      Masa Khalifah Ali bin Abu Tolib
a.       Mengganti pejabat yang kurang cakap
Hal ini dikarenakan Khalifah Ali menginginkan sebuah pemerintahan yang eektif dan efisien.
b.      Membenahi keuangan negara
Beberapa harta yang diperoleh secara tidak benar oleh para pejabat disita dan dimasukkan ke dalam Baitl Mal.
c.       Memajukan bidang ilmu bahasa
Untuk menghindari kesalahan fatal dalam membaca Al Qur’an maka dikembangkanlah ilmu nahwu. Sehingga membantu orang-orang non Arab dalam mempelajari Al Qur’an dan al hadits.
d.      Memajukan bidang pembangunan
Salah satu pembangunan yang dilakukan adalah membangun kota Kuffah sebagai pusat pertahanan Mua’wiyah. Namun akhirnya kotatersebut berkembang menjadi pusat ilmu tafsir, hadits, nahwu dan ilmu pengetahuan lain.








RANGKUMAN
Setelah nabi wafat maka tampuk pemerintahan digantikan oleh Khulfaurrasyidin yang terdiri dari Abu Bakar As Sidiq, Umar bin Khotob, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Tholib
Adapun prestasi-prestasi yang dicapai oleh masing-masing Khulafaurrasyidin adalah sebagai berikut :
1.      Abu bakar as Sidiq
a.       Memerangi Kaum Murtad
b.      Kodifikasi Al Qur’an
c.       Perluasan Wilayah
2.      Umar bin Khotob
a.       Perluasan Wilayah
b.      Menata administrasi dan keuangan pemerintahan
c.       Penetapan Kalender Islam
3.      Usman bin Affan
a.       Kodifikasi Mushaf Al Qur’an
b.      Renovasi Masjid Nabawi
c.       Pembentukan angkatan Laut
d.      Perluasan Wilayah
4.      Ali bin Abu Tolib
a.       Mengganti pejabat yang kurang cakap
b.      Membenahi keuangan negara
c.       Memajukan bidang ilmu bahasa
d.      Memajukan bidang pembangunan

LATIHAN SOAL
Petunjuk :
Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d pada jawaban yang benar!

1.    Berikut ini yang bukan termasuk Khulafaurrasyidin adalah ....
a.       Umar bin Khotob
b.      Usman bin Affan
c.       Ali bin Abu Tolib
d.      Mu’awiyah bin Abu Sufyan
2.      Perang yang dilakukan Abu Bakar terhadap kaum murtad disebut perang....
a.       Perang Badar
b.      Perang uhud
c.       Perang riddah
d.      Perang tabuk
3.      Ketua panitia kodifikasi Al Qur’an yang dibentuk oleh Abu Bakar adalah....
a.       Mu’awiyah bin Abu Sufyan
b.      Ali bin Abu Tholib
c.       Zaid bin Tsabit
d.      Amr bin Ash
4.      Periode perluasan Islam secara besar-besaran (futuhat al Islamiyah)  dilakukan pada masa khalifah....
a.       Abu bakar as Sidiq
b.      Umar bin Khotob
c.       Usman bin Affan
d.      Ali bin Abu Tolib
5.      Salah satu prestasi Khalifah Umar bin Khotob yaitu ....
a.       Pembangunan Masjid Nabawi
b.      Pembentukan angkatan laut
c.       Memerangi orang yang murtad
d.      Penetapan kalender Hijriah
6.      Lembaga kenegaraan yang mengurusi keuangan negara pada masa Kahlifah Umar  adalah....
a.       Departemen  Keuangan
b.      Menteri Keuangan
c.       Baitul Mal
d.      Bazis
7.      Penyamaan dialek dalam membaca Al Qur’an dilakukan pada masa ....
a.       Usman bin Affan
b.      Ali bin Abu Tolib
c.       Umar bin Khotob
d.      Mu’awiyah bin Abu Sufyan
8.      Mushaf Usmani diperbanyak dan disebar ke kota....
a.       Mesir, Damaskus, Suriah, basrah
b.      Suriah, Basrah, Makkah, Kuffah
c.       Suriah, basrah, Riyadh, jeddah
d.      Makkah, Madinah, Mesir, Kuffah
9.      Prestasi yang dicapai pada masa Ali bin Abu Tholib adalah sebagai berikut, kecuali....
a.       Kodifikasi Al qur’an
b.      Pembenahan Baitul Mal
c.       Memajukan ilmu bahasa
d.      Memajukan pembangunan
10.  Kota yang dijadikan target pembangunan dan pusat pertahanan pada mas Khalifah Ali bin Abu Tolib yaitu ...
a.       Kuffah
b.      Basrah
c.       Mekkah
d.      Madinah

Kunci Jawaban Latihan Soal
1.      D
2.      C
3.      C
4.      B
5.      D
6.      C
7.      A
8.      B
9.      A
10.  A