Entri Populer

Senin, 09 Januari 2012

PERAN PAI DALAM PENANAMAN NILAI SOSIAL


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
            Setiap masyarakat menganut suatu aturan  yang dipatuhi bersama oleh masyarakat tersebut. Aturan tersebut semakin lama semakin mengkristal dan muncullah suatu nilai. Nilai tersebut selalu dijunjung tinggi oleh anggota masyarakat. Namun setiap masyarakat yang satu dengan yang lainnya mempuyai sistem nilai yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan karakteristik yang berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Di era pembangunan ini, dimana setiap lini kehidupan mengalami perkembangan yang signifikan, tentu harus ada suatu pegangan atau pedoman agar tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak baik. Untuk itulah nilai berperan penting dalam menjaga keharmonisan dan keselarasan dalam pembangunan sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan antara pembangunan fisik dan pembangunan mental.
Seperti yang kita ketahui bangsa Indonesia dengan keanekaragamannya sangat menjunjung tinggi satu nilai yang dinamakan nilai Pancasila. Oleh sebab itu pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hendaknya berlandaskan nilai-nilai dalam Pancasila. Nilai Pancasila merupakan nilai yang menjadi pemersatu dari sekian banyak nilai yang ada di Indonesia.
Sedemikian pentingnya nilai dalam mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan maka nilai-nilai sosial harus dilestarikan dan ditanamkan kepada setiap orang tak terkecuali  peserta didik. Salah satu cara penanaman nilai tersebut adalah melalui pendidikan. Pendidikan didesain sebaik mungkin agar para peserta didik mampu memahami dan menghayati nilai-nilai yang diajarkan.
Salah satu mata pelajaran dalam sistem pendidikan adalah Pendidikan Agama Islam (PAI). Sebagai mata pelajaran yang mengkaji persoalan agama, tentu tidak terlepas dengan nilai sosial. Karena agama Islam sendiri tidak menafikan adanya hubungan antara sesama manusia. Sehingga dalam PAI harus ada penanaman nilai dalam setiap kegiatan pembelajarannya.
            Dari uraian di atas maka menarik untuk dikaji apa sebenarnya definisi dari nilai sosial tersebut, sejauh mana peran nilai sosial dalam pembangunan, bagaimana peran pendidikan terutama mata pelajaran  Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai serta strategi dalam pendidikan nilai dalam PAI

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian nilai sosial?
2. Apa peran nilai sosial dalam era pembangunan ini?
3. Bagaimana peran  Pendidikan Agama Islam dalam era pembangunan?
4. Bagaimana strategi pendidikan nilai dalam PAI?





BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nilai Sosial
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian nilai sosial. Adapun beberapa pengertian diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Green
Nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap obyek, ide dan orang perorangan.
2. Robin Williams
Nilai sosial adalah hal yang menyangkut kesejahteraan bersama melalui konsensus yang efektif di antara mereka, sehingga nilai-nilai sosial dijunjung tinggi oleh banyak orang
3. Woods
Nilai sosial merupakan petunjuk-peunjuk umum yang telah berlangsung lama berfungsi sebagai pengarah pola tingkah laku untuk memperoleh kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Cycle Kluckhon
Nilai bukanlah keinginan tetapi apa yang diinginkan. Artinya nilai bukan hanya diharapkan tetapi diusahakan sebagai suatu yang pantas dan benar bagi diri sendiri dan orang lain.
5. Bertens
Nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan.
6. Koentjaraningrat
Suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa nilai sosial adalah segala sesuatu yang dianggap baik dan dijunjung tinggi oleh suatu kelompok masyarakat dengan penuh kesadaran sebagai pedoman dalam berperilaku di masyarakat. Karena sangat dijunjung tinggi maka nilai akan diperjuangkan dan diusahakan  demi terwujudnya kehidupan yang harmonis dan selaras.
Menurut Notonagoro, nilai dibagi menjadi tiga macam yaitu[1] :
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia. Contoh dari nilai material antara lain : pakaian, makanan dan lain-lain.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melangsungkan aktivitasnya. Contoh : orang yang bekerja dalam sistem komputerisasi menggunakan komputer untuk bekerja.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. nilai ini kemudian dibagi lagi menjadi empat yaitu :
a. Nilai kebenaran, bersumber dari unsur akal manusia.
b. Nilai estetis atau keindahan, bersumber dari unsur rasa manusia.
c. Nilai kebaikan, bersumber dari unsur kemauan (karsa).
d. Nilai religius, yaitu nilai ketuhanan, bersumber dari keyakinan manusia.

B. Peran Nilai Sosial dalam Pembangunan
Nilai sosial memiliki peran penting dalam kehidupan. Di era pembangunan dan  globalisasi saat ini dimana arus informasi sangat cepat tersebar ke seluruh penjuru dunia. Di dalam arus informasi tersebut ada beberapa hal yang positif dan ada pula yang negatif sehingga perlu adanya filterisasi dalam menghadapi situasi yang demikian. Di sinilah peran penting nilai terutama nilai Pancasila.
            Peranan penting nilai sosial dapat terlihat melalui fungsi umum dari nilai tersebut yaitu[2] :
1. Menetapkan harga sosial dari pribadi dan kelompok.
Peran nilai dalam hal ini sebagai penetapan stratifikasi sosial setiap anggota masyarakat. Sehingga tiap-tiap anggota masyarakat mengetahui dimana dia harus berdiri. Jika kita kaitkan dengan konteks kehidupan negara Indonesia yang terdiri dari berbagai komponen bangsa, maka harus  memiliki sistem perundang-undangan yang menganut stratifikasi sosial  yang adil dan beradab. Dan nilai tersebut dapat diambil dari nilai Pancasila sebagai landasan nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Cara berfikir dan bertingkah laku
            Dengan berlandaskan  nilai yang telah dianut bersama, maka setiap persoalan dan tantangan yang dihadapi harus berdasarkan nilai tersebut. Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa menjadi pedoman dalam menghadapi era pembangunan dan globalisasi. Nilai Pancasila diterapkan dengan tujuan agar pembangunan baik fisik maupun mental dapat berjalan selaras. Jangan sampai pembangunan yang dilaksanakan terlepas dari nilai-nilai dan hanya menonjol dari segi fisiknya saja.
3. Penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan sosialnya
Setiap anggota masyarakat mempunyai peran penting guna mewujudkan nilai-nilai yang telah menjadi konsensus bersama. Dalam hal ini bangsa Indoensia mempunyai tujuan yang tertuang dalam UUD’45 alinea keempat. Dengan nilai-nilai Pancasila, setiap warga negara mempunyai peran guna mewujudkan tujuan tersebut.
4. Nilai sebagai alat pengawas dan daya pengikat
Setiap nilai-nilai luar yang masuk ke Indonesia harus disesuaikan dengan nilai Pancasila. Jika sesuai maka dapat diterima namun jika tidak harus ditolak. Jika prinsip tersebut dilanggar maka akan menimbulkan rasa bersalah dan sanksi bagi pelanggarnya. Semisal pergaulan bebas, seks bebas dan lain-lain.
5. Alat solidaritas di kalangan anggota
Indonesia yang memiliki beraneka ragam suku bangsa dan sistem nilai yang berbeda-beda. Dalam hal ini, peran penting nilai Pancasila sangat dibutuhkan untuk merangkul seluruh sistem nilai yang ada tersebut. Salah satu nilai yang merangkul seluruh lapisan dapat kita lihat dalam sila-sila yang tertuang dalam Pancasila, terutama sila kedua dan ketiga. Dengan memahami sila-sila Pancasila maka setiap setiap suku bangsa tidak ada yang merasa ditinggikan dan direndahkan. Rasa kemanusiaan dijunjung tinggi, karena seluruh bangsa Indonesia adalah bersaudara. Dengan persaudaraan yang kuat maka timbullah persatuan bangsa. Oleh karena itu, setiap informasi yang masuk hendaknya tidak menimbulkan perpecahan bangsa. Setiap permasalahan diselesaikan dengan musyawarah mufakat.

C. Peran Pendidikan Agama Islam dalam Menanamkan Nilai
            Dalam upaya memajukan pembangunan yang harmonis dan selaras, maka diperlukan adanya perhatian dalam pembinaan mental warga negara. Pembinaan mental tersebut dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila melalui jalur pendidikan.
Menurut Kniker, nilai merupakan istilah yang tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan. Nilai ditempatkan sebagai inti dari proses dan tujuan pembelajaran.[3] Dari pendapat Kniker tersebut terlihat bahwa setiap proses dan tujuan pendidikan harus menanamkan nilai sehingga akan mencetak peserta didik yang berilmu tinggi dan berakkhlak mulia. Bahkan penekanan pada akhlak lebih tinggi daripada ilmu. Sehingga jelas bahwa pendidikan sangat berperan dalam proses pembangunan nasional dalam lingkupnya selain mencerdaskan juga menanamkan nilai kepada peserta didik agar menjadi manusia yang barakkhlak mulia.
Dalam praktik pelaksanaan pendidikan Indonesia, Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu mata pelajaran mempunyai peran penting dalam memberikan penanaman nilai kepada peserta didik. Bahkan mata pelajaran PAI lebih menekankan pada penanaman nilai daripada kognitifnya. Hal ini dikarenakan sesuai bahwa setiap manusia itu derajatnya sama yang membedakan adalah derajat taqwanya. Untuk mencapai derajat taqwa tersebut maka perlu penekanan pada aspek afektif dalam setiap pembelajaran PAI tanpa menafikkan dua aspek yang lain yaitu kognitif dan psikomotorik.
Adapun nilai-nilai yang ditanamkan kepada peserta didik diutamakan pada nilai agama/ religius. Nilai religius seperti diungkapkan Notonagoro merupakan nilai ketuhanan yang bersumber pada keyakinan manusia. Sehingga hal pertama yang harus diajarkan kepada peserta didik adalah ketauhidan Allah SWT. Pendidik mata pelajaran PAI hendaknya membelajarkan hal-hal yang dapat menguatkan keyakinan para peserta didiknya menganai ke-esa-an Allah SWT.  
Kemudian nilai ketauhidan tersebut dikembangkan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari seperti salat, puasa dan lain-lain. Pengembangan nilai ketauhidan pada nantinya akan meluas dan menyentuh nilai-nilai lain seperti nilai rohani lainnya (keindahan, kebenaran, kebaikan), nilai material dan nilai vital. Untuk nilai material dan vital nantinya akan bersentuhan dengan aspek halal-haram, syar’i-tidak syar’i dan lain-lain.
Dari penjabaran tersebut terlihat bahwa PAI berperan penting dalam hal membentuk nilai religius peserta didik disamping nilai-nilai lainnya. Hal ini sesuai dengan Pancasila sila pertama yang menyebutkan bahwa bangsa Indonesia berlandaskan pada ketuhanan yang maha esa. Dengan peran pentingnya tersebut pembangunan harmonis dan selaras antara pembangunan fisik dan mental akan tercipta.
Namun jika melihat kondisi moral bangsa Indonesia saat ini terlihat banyak sekali tindakan-tindakan amoral yang terjadi. Padahal tidak sedikit dari mereka juga orang-orang terpelajar. Pembelajaran PAI sebagai salah satu ujung tombak pendidikan nilai hendaknya merubah sistem pembelajaran selama ini yang hanya menekankan aspek kognitif namun kurang dari segi afektifnya. Oleh karena itu setiap guru/ pendidik terutama guru PAI harus sebaik mungkin mendesain pembelajaran yang dapat diserap peserta didik.

D. Strategi Pendidikan Nilai dalam PAI
Untuk mengaplikasikan pendidikan yang dapat menanamkan nilai pada peserta didik maka diperlukan strategi dan metode yang tepat untuk tujuan tersebut. Strategi pendidikan nilai menurut Kirschenbaum meliputi[4] :
1. Strategi Inculcating, yaitu menanamkan nilai dan moralitas
2. Strategi modelling, yaitu meneladankan nilai dan moralitas
3. Strategi facilitating, yaitu memudahkan perkembangan nilai
4. Strategi skill development,  pengembangan keterampilan peserta didik
Sesuai dengan strategi tersebut maka pendidik PAI perlu untuk menjelaskan dan menguraikan berbagai macam perilaku yang berkenaan dengan nilai sosial dalam masyarakat. Kemudian pendidik harus memberikan keteladanan baik itu di sekolah maupun di luar sekolah. Strategi ketiga dan keempat mengharuskan guru untuk memberikan kesempatan pada pserta didik mengembangkan nilai-nilai yang sudah ditanamkan.
Dalam penerapannya diperlukan metode baik secara langsung maupun tidak langsung. Metode langsung dilaksanakan dengan cara penentuan perilaku yang dinilai baik sebagai upaya indoktrinasi berbagai ajaran. Metode langsung dapat diterapkan melalui diskusi, ilustrasi, hafalan dan ucapan. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan cara menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku baik.[5]
Dalam hal evaluasi pembelajaran, karena pendidikan nilai merupakan aspek afeksi maka teknik yang cocok digunakan  adalah teknik evaluasi non-test. Ada beberapa macam teknik evaluasi non-test antara lain teknik proyektif, skala sikap, pengamatan, wawancara, kuosioner, anecdotal record dan biografi.[6]
Meskipun secara esensi kita tidak tahu sejauh mana nilai-nilai diresapi oleh peserta didik, paling tidak dengan strategi, metode dan evaluasi yang dilaksanakan dalam pembelajaran PAI tersebut dapat sebagai alat kontrol bagi peserta didik. Dengan pembiasaan yang terus menerus diharapkan peserta didik mampu meresapi nilai-nilai luhur dan mengamalkannya di kehidupan sehari-hari.



BAB III
PENUTUP

Simpulan
            Dari beberapa ulasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembangunan yang sehat tidak hanya peningkatan dari segi fisiknya saja namun juga dari segi mental/rohani. Pembangunan mental erat kaitannya dengan penanaman nilai. Adapun nilai merupakan segala sesuatu yang dianggap baik dan dijunjung tinggi oleh suatu kelompok masyarakat dengan penuh kesadaran sebagai pedoman dalam berperilaku di masyarakat. Bangsa Indonesia yang sedang melaksanakan pembangunan mempunyai sistem nilai yang tertuang dalam Pancasila.
            Nilai sangat berperan penting dalam membentuk perilaku manusia. Ada lima fungsi nilai yang kesemuanya menunjukkan peraanan penting nilai dalam kehidupan. Dalam hal ini Pancasila sebagai sumber nilai bangsa menjadi landasan setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan peranannya yang penting tersebut maka perlu adanya penanaman nilai bagi para penerus bangsa ini
            Upaya untuk merealisasikan penanaman nilai dapat dilakukan melalui pendidikan dimana salah satu mata pelajaran dalam pendidikan nasional adalah Pendidikan Agama Islam (PAI). PAI sebagai mata pelajaran agama berperan penting dalam membentuk akhlak peserta didik.
PAI menanamkan kepada peserta didik mengenai nilai keagamaan yaitu nilai ketuhanan yang maha esa atau disebut nilai ketauhidan. Nilai tersebut merupakan pokok dari segala nilai yang ada. Pengajaran PAI dapat didesain sebaik mungkin dengan cara memadukan strategi, metode dan evaluasi yang komprehensif.
Namun perlu diketahui bahwa keberhasilan penanaman nilai tidak hanya bergantung pada PAI saja namun juga mata pelajaran lainnya. Selain itu peran orang tua, lingkungan bahkan pemerintah sangat berpengaruh dalam upaya penanaman atau pun pendidikan nilai. 


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1982. Sosiologi Pendidikan. Surabaya : PT Bina Ilmu
Bahan Mata Kuliah Pengembangan Sistem Evaluasi PAI oleh Dr. Sukiman (Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Huky, Wila. 1985. Pengantar Sosiologi. Surabaya: Usaha Nasional
Maksudin.2009. Pendidikan Nilai Komprehensif Teori dan Praktik.Yogyakarta: UNY Press

INTERNET :
http://www.scribd.com/doc/8790222/Ringkasan-Sosiologi-Bab-1, diunduh Kamis, 5 Januari 2012  jam 9:47


[1] http://www.scribd.com/doc/8790222/Ringkasan-Sosiologi-Bab-1, diunduh Kamis, 5 Januari 2012  jam 9:47
[2] Wila Huky, Pengantar Sosiologi, (Surabaya: Usaha Nasional,1985) hlm. 154
[3] Maksudin, Pendidikan Nilai Komprehensif Teori dan Praktik, (Yogyakarta: UNY Press, 2009), hlm. 2
[4] Maksudin, Pendidikan Nilai Komprehensif Teori dan Praktik, (Yogyakarta: UNY Press, 2009), hlm. 29

[5] Maksudin, Pendidikan Nilai Komprehensif Teori dan Praktik, (Yogyakarta: UNY Press, 2009), hlm. 28

[6] Bahan Mata Kuliah Pengembangan Sistem Evaluasi PAI oleh Dr. Sukiman (Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar