BIRRUL WALIDAIN
Birrul walidain
atau sering orang berkata berbaik kepada orang tua. secara tekstual dapat
dilihat dalam Al Quran antara lain dalam ayat berikut:
1.
QS.
Luqman : 14-15
2.
QS.
Al Ankabut: 8
3.
QS.
Al Isra’ : 23-24
Lalu hadits-hadits Rasulullah Muhammad SAW
sebagai berikut:
Dari
Abu Abdirrahman iaitu Abdullah bin Mas'ud r.a., katanya: Saya bertanya kepada
Nabi s.a.w.: "Manakah amalan yang lebih tercinta di sisi Allah?" Beliau
menjawab: "Iaitu shalat menurut waktunya." Saya bertanya pula:
"Kemudian apakah?" Beliau menjawab: "Berbakti kepada orang
tua." Saya bertanya pula: "Kemudian apakah?" Beliau menjawab:
"Iaitu berjihad fisabilillah." (Muttafaq 'alaih)
Dari
Abu Hurairah r.a. lagi, katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada
Rasulullah s.a.w. lalu berkata: "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling
berhak untuk saya persahabati dengan sebaik-baiknya - yakni siapakah yang lebih
utama untuk dihubungi secara sebaik-baiknya?" Beliau
menjawab: "Ibumu." Ia bertanya lagi: "Lalu siapakah?"
Beliau menjawab: "Ibumu." Orang itu sekali lagi bertanya:
"Kemudian siapakah?" Beliau menjawab lagi: "Ibumu." Orang
tadi bertanya pula: "Kemudian siapa lagi." Beliau menjawab: "Ayahmu."
(Muttafaq 'alaih)
Rasulullah Saw ditanya tentang peranan kedua
orang tua. Beliau lalu menjawab, "Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu
atau nerakamu." (HR. Ibnu Majah)
Bagaimana jika dikonteks-kan dengan kehidupan
yang lebih luas. Ternyata hidup menempati sebuah wilayah yang sering dinamakan
dengan “ibu pertiwi”. Atau kita juga sering menggunakan bahasa daerah asli yang
katanya disebut “bahasa ibu”. Semisal suku Jawa bahasa ibunya basa Jawa, Sunda
dengan baahasa Sundanya, Betawi, Madura, Minangkabau Melayu, sampai Papua
memiliki “ibunya” masing-masing yang membentuk sebuah keluarga.
Lalu apakah birrul walidain yang dimaksud bisa dikaitkan dengan hal
tersebut? Sebagaimana kita berbakti kepada ibu-bapak?
Kemudian keluarga-keluarga
tersebut berkumpul dan menjelma menjadi sebuah keluarga besar yang disebut
Indonesia. Sebuah keluarga dengan kekuatan yang luar biasa jika mereka saling bersinergi
antara satu dengan yang lain.
Sebagai anggota keluarga,
pepatah dari Jawa mungkin bisa mengiterpretasikan bagaimana seharusnya kita
menghadapi realitas global. Orang
Jawa bilang mikul dhuwur mendhem jero. Bagaimana mikul dhuwur
menjunjung tinggi harkat dan martabat keluarga dan mendhem jero sebisa
mungkin mengubur kejelekan-kejelekan yang terdapat di dalam sebuah keluarga.
Bukan berarti untuk dumeh, sombong atau apa, melainkan hanya menjaga
agar harkat dan martabat jangan sampai jatuh dan terinjak-injak. Tidak untuk
minder dengan budaya lain, lebih percaya diri, meski pun berbeda dengan yang lain. Bukankah setiap ciptaan memang ditakdirkan
untuk berbeda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar