SUCCESS
Sering orang bertanya di waktu kecil
“apa cita-cita yang ingin kamu raih?” Dan sebagian besar diantara mereka
menjawab “aku ingin menjadi presiden, aku ingin menjadi polisi, tentara,
dokter” dan segenap pekerjaan dengan
keprofesionalisannya. Kemudian jika dikejar lebih jauh lagi mungkin semua atau
sebagian besar beranggapan bahwa dengan menjadi tersebut bisa menghidupi
dirinya serta keluarga atau bahkan akan menjadi kaya. Tentu saja segala
ketercapaian tersebut ditempuh dengan cara yang halal. Ya dimaklumilah, wong
mereka itu masih anak-anak, setiap keinginan dan kebutuhannya menuntut untuk
selalu dipenuhi.
Tapi yang menjadi prihatin adalah kog
orientasi yang dikenalkan pada anak-anak sejak zaman dahulu selalu bermuara
pada terpenuhinya materi, uang, jabatan serta pangkat-pangkat sosial. Sejak
zaman dahulu orang tua selalu berkata “Carilah pekerjaan yang halal, rajin,
ulet agar kamu menjadi orang yang sukses. Tapi ingat, jangan lupa sembahyang
ya...”. sekilas pernyataan tersebut sangat baik menyuruh anaknya untuk rajin,
tekun, ulet dalam setiap usaha dengan tanpa
meninggalkan perintah agama (entah itu shalat, ke gereja, wihara, klenteng
dll). Yang menjadi ganjalan adalah ketika penempatan peribadatan, prioritas
spiritual-ruhani sebagai jalur komunikasi antara manusia dengan Tuhannya
ditempatkan pada akhir kalimat. Seakan-akan perintah Tuhan itu nomor dua, yang
utama adalah kamu bisa hidup dengan fasilitas-fasilitas yang serba kecukupan,
pekerjaan yang tetap, rumah lengkap dengan perabotnya, kendaraan, sekolah
tinggi dan jangan sampai kamu jatuh miskin. Kog nggak dibalik saja “Nak,
teruslah kamu beribadah pada Tuhan, tapi jangan lupa dengan urusan duniamu. Selalu bekerja giat dan rajin...”.
perbedaan pernyataan ini dengan yang di atas adalah pada skala prioritas dimana
posisi beribadah pada Tuhan adalah yang paling utama tanpa mengesampingkan
urusan-urusan yang bersifat duniawi.
Orang-orang sering mengatakan sukses
adalah tercapainya cita-cita dan tujuan dengan indikator harta yang melimpah,
perusahaan, toko dengan beratus-ratus cabangnya serta hal-hal yang dianggap
mewah, glamour. Apakah memang benar hal-hal tersebut menjadi tolok ukur orang
bisa dikatakan sukses. Bisakah dikatakan sukses, orang yang mempunyai mobil
mewah namun tiap bulannya ia harus ke dokter karena penyakit gula yang
diderita? Bisakah dikatakan sukses, seorang pejabat yang tiap hari duduk di
ruang ber-AC dengan segala fasilitas harus selalu bersembunyi dan was-was dari
kejaran wartawan terkait proyek suatu pembangunan? Bisakah orang dikatakan
sukses dengan memiliki segudang ilmu namun tidak bisa ia terapkan dalam
kehidupan? Atau orang yang sukses itu adalah seseorang yang tidak terlalu kaya,
serba pas-pasan, namun hatinya seluas langit dan bumi? Ia tahu bahwa hakikat semua ini adalah milik-NYA? Yang
manakah sebenarnya arti kesuksesan itu?
Kesuksesan selalu berkaitan dengan
tujuan sehingga apabila tujuan itu tercapai atau terpenuhi maka ia bisa dikatakan orang sukses.
Jika tujuannya hanya sebatas I want to be ya itulah suksesnya, ia hanya bisa “menjadi”
entah ia sebenarnya kompeten atau tidak. Seseorang yang tujuannya sebatas bisa
mengangkat barbel 10 kg, selama ia sudah bisa mengangkat 10 kg ia sudah
dikatakan sukses meskipun sebenarnya ia bisa mengangkat lebih dari itu. Jika
tujuannya adalah dunia, maka selama ia bisa memperoleh dunia mungkin ia bisa
dikatakan sukses. Tetapi apakah tujuan hidup manusia adalah dunia ini. Padahal
manusia cuma dikasih umur sedikit dengan
bonusnya. Setelah itu tidak lain ya ke kuburan untuk dipendam dengan
tanah.
Kalo membuat tujuan mbok ya
lebih ber-visi lagi. Manusia harus benar-benar belajar kembali mengenai
tujuan hidup. Suatu tujuan yang memiliki kekekalan, tidak hanya sementara waktu
saja. Tidak hanya dunia ini saja. Lalu apakah sesuatu yang kekal itu? Akhirat?
Surga? Neraka? Mungkin kita bisa melirik
kitab Al Qur’an yang menyebut “innalillahi wa inna ilaihi roji’un”
atau budaya Jawa dengan istilah “sangkan paraning dumadi”. Jika engkau
paham hal tersebut maka engkau akan menjadi orang yang sukses selama-lamanya.
Wallahu alam....
29 Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar