Entri Populer

Selasa, 15 November 2011

Pendidikan Basis Moral

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Pendidikan pada zaman sekarang ini hanya mengejar prestasi akademis saja namun mengenyampingkan aspek-aspek moralitas. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pelaksanaan UN yang tiap tahunnya standar kelulusan selalu dinaikkan. Hal ini tentu saja memicu guru-guru dan murid-murid agar bisa lulus dengan hasil yang baik.
            Prestasi kelulusan yang tinggi jika dilihat dari akademis memang baik tapi realitasnya saat ini adalah banyaknya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh guru maupun murid. Hal ini dilakukan agar seluruh siswa yang berada di sekolah bisa lulus. Tentu saja perbuatan seperti ini adalah perbuatan yang tidak bermoral. Apalagi dilakukan oleh guru yang notabene sebagai contoh bagi peserta didik.
            Itu baru di tingkat sekolah belum lagi di tingkatan yang lebih luas seperti di masyarakat dan negara. Suap, korupsi, kriminal kerap terjadi di sana-sini. Dan pelakunya tidak sedikit dari mereka adalah orang-orang terdidik yang mengenyam bangku sekolah.
            Untuk itulah pendidikan yang berbasis moral perlu diterapkan dan dikembangkan di sekolah-sekolah. Pendidikan yang mempuyai kualitas intelektual yang tinggi seyogyanya diimbangi dengan moral yang kuat.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian moralitas?
2. Apa saja unsur-unsur moralitas?
3. Apa hakekat pendidikan yang berbasis moral?
4. Bagaimana mengembangkan pendidikan yang berbasis moralitas?




BAB II
PEMECAHAN MASALAH

A. Pengertian Moralitas
            Huky (Daroeso, 1986:22) mengatakan bahwa kita dapat memahami moral dengan tiga cara yaitu :
1.   Moral sebagai tingkah laku hidup manusia yang mendasarkan diri pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya.
2.   Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.
3.   Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu.

Sedangkan P.J. Bouman mengatakan bahwa “moral adalah suatu perbuatan atau tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi antara individu-individu di dalam masyarakat”. Sehingga dari beberapa uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa moralitas  adalah perbuatan individu yang dilakukan secara  sadar yang terjadi dalam masyarakat dimana perbuatan tersebut tidak menyimpang dari nilai-nilai atau aturan-aturan di masyarakat. 

B. Unsur-Unsur Moralitas
            Sebelum mengetahui hakekat dari pendidikan berbasis moral maka perlu diketahui beberapa unsur dalam moralitas itu sendiri. Menurut Emile Durkheim, unsur-unsur moralitas dibagi menjadi tiga yaitu semangat disiplin, ikatan pada kelompok sosial, dan otonomi atau penentuan nasib sendiri.
  1. Semangat Disiplin
Semangat disiplin merupakan pondasi dasar suatu moralitas. Sikap disiplin merupakan salah satu cara agar manusia tidak berbuat seenaknya. Dengan sikap disiplin maka seseorang akan dapat membatasi dan mengendalikan dirinya. Selain itu, disiplin juga membuat manusia agar selalu menaati peraturan-peratran yang mana peraturan-peraturan itu dibuat untuk kebaikan  manusia.
  1. Ikatan pada Kelompok Sosial
Manusia tentunya tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya manusia yang lain. Keterikatan manusia dengan manusia yang lain ini menciptakan suatu interaksi sosial dengan kelompok masyarakat dimana ia berada. Semangat disiplin dan ikatan pada kelompok sosial ini memiliki hubungan dimana yang satu memenuhi atau melengkapi yang lain. Ikatan sosial memerlukan sikap disiplin (pengendalian diri) dari para anggotanya begitu pula sikap disiplin memerlukan interaksi sosial dalam perwujudannya.
Kemampuan pengendalian diri yang kuat menyebabkan mereka tidak akan pernah melewati batas hak-haknya dan tidak melanggar hak-hak orang lain.[1]
  1. Otonomi  atau Penentuan Nasib Sendiri
Unsur ketiga ini memberikan kebebasan suatu individu untuk menentukan berbagai pilihan dalam hidupnya. Kita tahu bahwa memaksakan kehendak kepada orang lain adalah suatu perbuatan yang kurang terpuji atau amoral. Sehingga otonomi ini diperlukan dalam suatu masyarakat. 
Namun otonomi harus diimbangi dengan unsur pertama moralitas yaitu sikap disiplin agar dapat menumbuhkan kesadaran moral dalam masyarakat, seperti yang dikemukakan Emile Durkheim bahwa kesadaran moral menuntut adanya otonomi yang efektif.  Dengan otonomi yang efektif maka manusia dapat menentukan dan mengendalikan dirinya serta dapat menyadari akibat-akibat yang timbul dari keputusannya itu.
Dari ketiga unsur di atas semuanya mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain. Dalam interaksi sosial diperlukan sikap disiplin tetapi juga mempertimbangkan aspek otonomi. Sehingga suatu tatanan masyarakat yang bermoral akan tercipta dengan sendirinya.

C. Hakekat Pendidikan Berbasis Moral
            Pendidikan yaitu suatu proses membentuk atau mendewasakan manusia yang mandiri. Sedangkan moral adalah perbuatan manusia yang dilakukan dalam masyarakat yang sesuai dengan aturan atau nilai. Sehingga pendidikan yang berbasis moral adalah pendidikan yang selain mengedepankan intelektualitas juga menerapkan sistem moral dalam diri peserta didik.
Pendidikan yang berbasis moral sangat diperlukan di Indonesia saat ini karena saat ini terjadi kemerosotan moral baik di kalangan peserta didik, guru, bahkan pejabat-pejabat. Pendidikan yang berbasis moral dapat diterapkan di rumah, sekolah maupun di masyarakat. Namun pada bahasan ini penulis akan membahas penerapan pendidikan moralitas di sekolah. Melalui pendidikan berbasis moral yang diterapkan di sekolah maka diharapkan para lulusannya nanti dapat menjadi pribadi yang utuh yang dapat berperan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

D. Mengembangkan Pendidikan Berbasis Moral di Sekolah
Dengan mengembangkan unsur-unsur moralitas seperti di atas, pendidikan moralitas dapat diterapkan di sekolah. Mulai dari disiplin, interaksi sosial, dan otonomi.
Penerapan moralitas di sekolah seyogyanya diterapkan kepada seluruh warga sekolah baik peserta didik, guru, karyawan, dan kepala sekolah. Dengan demikian akan tercipta suatu tatanan sosial yang baik di dalam sekolah itu sendiri. Dan akhirnya akan berimbas di lingkungan masyarakat peserta didik.
Adapun cara-cara mengembangkan pendidikan moral antara lain sebagai berikut:
  1. Membuat dan menaati tata tertib di sekolah
Tata tertib adalah kumpulan aturan-aturan yang dibuat secara tertulis dan mengikat anggota masyarakat (Mulyono, 2000:14). Dari pengertian tersebut maka tata tertib itu dibuat untuk mengatur perilaku-perilaku yang ada terutama di sekolah. Peraturan itu dibuat tentunya bertujuan untuk kebaikan bersama sehingga harus ditaati.
Sekolah yang ingin menerapkan pendidikan berbasis moral hendaknya menjadikan sekolah sebagai wahana untuk meningkatkan kedisiplinan. Dengan dibuatnya tata tertib tersebut maka seluruh warga sekolah harus bersedia untuk menaatinya (disiplin). Dengan pembelajaran seperti ini diharapkan seluruh warga terutama peserta didik akan tertanam jiwa disiplin dalam dirinya. Menanamkan jiwa disiplin bagi peserta didik merupakan hal yang paling utama dalam pendidikan moral.
Suatu kelas tanpa disiplin adalah bagaikan suatu gerombolan orang.[2] Suatu kelas atau sekolah jika tidak diterapkan kedisiplinan sejak dini maka hanya akan membentuk segerombolan orang yang liar.  Sehingga kedisiplinan dalam menaati tata tertib sangat penting diterapkan di sekolah.
Penerapan kedisplinan dalam mentaati tata tertib hendaknya dilakukan sejak anak menginjak sekolah dasar. Pada waktu itu anak mulai meninggalkan keluarga dan mulai memasuki lingkungan yang lebih luas. Ditahap inilah masa-masa pembentukan moral.[3]
  1. Membentuk guru yang profesional dari segi intelektual dan moral
Guru merupakan panutan peserta didik entah itu di sekolah, rumah, maupun di lingkungan masyarakat. Sebelum menerapkan moral kepada peserta didik, guru harus dibangun moralnya terlebih dahulu. Guru yang baik tentu tidak hanya dari intelektualnya saja namun juga dari moralnya. Sebagai panutan seorang guru tidak bias berbuat seenaknya. Ia harus bisa mencontohkan perbuatan-perbuatan yang bermoral di masyarakat.
Apabila seorang guru berbuat seenaknya dan melakukan tindakan-tindakan amoral maka akan sulit nantinya menuntut peserta didik untuk berbuat baik. Seperti pada kasus UN dimana banyak guru yang berbuat kecurangan. Perbuatan semacam ini secara tidak langsung akan meracuni anak-anak dan mensugesti untuk berbuat curang dalam kehidupan berikutnya.
  1. Mengembangkan kurikulum yang mengandung unsur moral
Kurikulum sekarang cenderung hanya mementingkan nilai akademis. Dalam menerapkan pendidikan yang utuh para guru baik itu guru sosial maupun sains sebaiknya menyisipkan aspek-aspek moral dalam silabusnya. Atau sering disebut dengan integrasi-interkoneksi yaitu dengan memasukkan beberapa ilmu ke dalam pelajaran yang dimaksudkan, ternasuk pendidikan moral.
Selain itu, kegiatan-kegiatan seperti mengidentifikasi isu-isu moral yang berkembang di masyarakat kemudian dijadikan bahan kajian dalam kelas akan memberikan pelajaran tersendiri bagi peserta didik.
  1. Otoritas guru dan otonomi peserta didik.
Peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Kadang ada yang nakal atau hiperaktif. Untuk itu guru sebagai fasilitator dalam kelas juga memiliki otoritas dalam menjaga situasi yang kondusif dalam kelas. Jika guru tidak mampu menanamkan otoritas yang diperlukan, maka hiperaktivitas ini merosot menjadi suatu gejolak yang tidak sehat.[4] Semisal berani terhadap guru, kelas menjadi gaduh tak terkendali dan yang paling parahnya jika di luar kelas ia bisa berbuat onar sesuka hatiya.
Namun selain otoritas, guru juga harus memperhatikan otonomi kelasnya. Pemaksaan yang berlebihan hanya akan membentuk pribadi yang seperti bom waktu yang akan meledak jika sudah tiba waktunya. Untuk itu peserta didik juga diberi kesempatan untuk menentukan pilihannya. Dalam hal ini mereka diberi kebebasan untuk berkomunikasi. Hal ini diharapkan peserta didik merasa bahwa dirinya diperhatikan dan dihormati baik dari kawannya maupun dari gurunya.

  1. Penerapan hukuman di sekolah
Sebagai usaha akhir dalam membentuk moral yang baik adalah dengan dilaksanakannya hukuman yang sesuai bagi peserta didik. Penerapan hukuman bukan berarti suatu tindakan yang melukai jasmani atau perasaan peserta didik. Hukuman yang dilaksanakan hanya  mengokohkan peraturan-peraturan atau tata tertib yang berlaku, mendidik, dan menuntut sikap disiplin yang lebih dari peserta didik.
Penerapan hukuman juga tidak hanya untuk para peserta didik tapi juga para guru dan karyawan. Jika hanya peserta didik yang dihukum maka akan terjadi ketimpangan keadilan dalam sekolah. Akan muncul perasaan dendam atau tidak suka dalam diri peserta didik karena mereka menganggap aturan yang berlaku kurang adil.



















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
  1. Intelektualitas tanpa moralitas hanya akan menghancurkan dunia ini. Sehingga pendidikan berbasis moral mempunyai peran penting di dunia pendidikan Indonesia yang sedang mengalami krisis moral.
  2. Pendidikan yang berbasis moral perlu diterapkan di sekolah-sekolah guna mencetak lulusan yang mempunyai wawasan intelektual yang tinggi dan moralitas yang tinggi.
  3. Penerapan pendidikan yang berbasis moral dapat diterapkan di sekolah-sekolah dengan mengembangkan unsur-unsur moralitas.
  4. Pengembangan pendidikan moral di sekolah dapat dilakukan dengan :
a.       Membuat tata tertib dan menaati tata tertib tersebut
b.      Membentuk guru yang intelek dan bermoral
c.       Mengembangkan kurikulum yang memuat unsur moral di dalamnya
d.      Menerapkan otoritas guru dan otonomi peserta didik sesuai dengan kadarnya
e.       Menerapkan hukuman yang bersifat mendidik bukan melukai











REFERENSI


Durkheim, Emile.1990.Pendidikan Moral : Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan diterjemahkan oleh Drs. Lukas Ginting.Jakarta : Penerbit Erlangga
http://keyanaku.blogspot.com/2008/09/merancang-pendidikan-moral-budi-pekerti.html
http://74.125.153.132/search?q=cache:tcOo4mkTM88J:digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/import/2637.pdf+penerapan+moral+di+sekolah&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a


[1] )Emile Durkheim, Pendidikan Moral : Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, diterjemahkan oleh Drs. Lukas Ginting, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1990), hlm. 72
[2] Emile Durkheim, Pendidikan Moral : Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, diterjemahkan oleh Drs. Lukas Ginting, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1990), hlm. 108

[3] Ibid., hl 13
[4] )Emile Durkheim, Pendidikan Moral : Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, diterjemahkan oleh Drs. Lukas Ginting, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1990), hlm. 109


Tidak ada komentar:

Posting Komentar